Audit Pemerintahan di Indonesia
AUDIT PEMERINTAHAN DI INDONESIA
P
|
emerintah
merupakan salah satu organisasi sektor publik, entitas yang menjalankan roda
pemerintahan suatu negara yang legitimasinya berasal dari masyarakat. Dalam
menjalankan kepercayaan masyarakat
mengelola negara untuk mencapai kesejahteraan secara adil dan merata
dalam melaksanakan pembangunan negara. Diperlukan pemerintahan yang bersih dari
hal - hal yang merugikan negara seperti kolusi, nepotisme, dan korupsi.
Pemerintahan
yang bersih atau good governance memiliki tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang
saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi
dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan yang baik harus membuka pintu yang
seluas-luasnya agar semua pihak yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat
berperan serta atau berpartisipasi secara aktif. Jalannya pemerintahan harus
diselenggarakan secara transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus
dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kaitannya, akuntabilitas atau kemampuan memberikan
pertanggungjawaban merupakan dasar sangat diperlukan dari pelaporan keuangan. Pelaporan
keuangan pemerintah memegang peran yang penting agar dapat memenuhi tugas
pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam suatu
masyarakat yang demokratis. Indonesia merupakan negara yang demokrasi oleh
karena itu akuntabilitas dalam sektor publik sangat diperlukan.
Dalam negara demokrasi, “pelaporan
keuangan yang transparan” merupakan hal yang dituntut oleh rakyat kepada
pemerintahnya. Begitupun sebaliknya, dalam negara demokrasi, pemerintah
berkewajiban memberikan laporan keuangan yang transparan kepada rakyat.
Pemerintah demokratis harus bertanggung jawab atas integritas, kinerja dan
kepengurusan, sehingga pemerintah harus menyediakan informasi yang berguna
untuk menaksir akuntabilitas serta membantu dalam pengambilan keputusan
ekonomi, sosial dan politik guna perkembangan kemajuan negara. Seiring dengan
munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan
kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam
menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban
publik oleh organisasi sektor publik, maka diperlukan audit terhadap organisasi
sektor publik tersebut.
Audit/pemeriksaan
merupakan kegiatan investigasi independen terhadap beberapa aktivitas khusus. “Auditing merupakan suatu proses
sistematik yang secara objektif terkait evaluasi bukti – bukti berkenaan dengan
asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi guna memastikan derajat atau
tingkat hubungan antara asersi tersebut dengan kriteria yang ada,serta
mengkomunikasikan hasil yang diperoleh kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
(Auditing Concept Committee, “Report of
the Committee on Basic Auditing Concepts,” The Accounting Review. Vol.
47,Supp. 1972, hal. 18 dalam Indra Bastian,Akuntansi Sektor Publik.2010,hal.
357).
Secara umum,
ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial
audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance
audit).
1.
Audit
keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian
keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi
serta dicatat secara benar.
2.
Audit
kepatuhan adalah audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran
untuk pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan
undang-undang peraturan. Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain asas
kepatuhan itu sendiri (Harry Suharto, 2002). Dalam kepatuhan yang dinilai
adalah ketaatan semua aktivitas sesuai dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan
undang-undang yang berlaku. Sedangkan kepatutan lebih pada keluhuran budi
pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika melanggar kepatutan belum tentu melanggar
kepatuhan.
3.
Audit
kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian
ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diauditdan bersifat
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat
melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi,
efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap
kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara
kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
Audit sektor publik di Indonesia
dikenal sebagai audit keuangan negara. Audit keuangan negara ini diatur dalam
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
Keuangan Negara. Undang-undang ini merupakan pengganti ketentuan warisan
Belanda, yaitu Indische Comptabiliteitswet (ICW) dan Instructie
en verdere bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR), yang mengatur
prosedur audit atas akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh pemerintah.
Berdasarkan
beberapa definisi diatas terdapat hal - hal yang perlu diperhatikan antara lain
sebagai berikut :
1.
Proses
Sistematik - Audit atau
pemeriksaan merupakan aktivitas yang terstuktur yang mengikuti suatu urutan
yang logis.
2.
Objektivitas
- Hal ini berkaitan dengan kualitas
informasi yang disediakan serta kualitas orang yang melakukan audit. Yang secara
harfiah objektivitas terbebas dari adanya prasangka (freedom from bias).
3.
Penyediaan
dan Evaluasi Bukti – Hal yang berkaitan dengan pengujian
yang mendasari dukungan terhadap asersi ataupun representasi.
4.
Asersi
tentang Kegiatan dan Kejadian yang Ada - Hal yang merupakan deskripsi luas tentang
subyek permasalahan yang diaudit. Asersi merupakan proporsi yang secara
esensial dapat dibuktikan atau tidak dapat dibuktikan.
5.
Derajat
Hubungan Kriteria yang Ada – Hal ini memberikan kecocokan
antara asersi dan kriteria yang ada.
6.
Mengkomunikasikan
Hasil - Secara
sederhana, agar bermanfaat hasil Audit perlu dikomunikasikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Komunikasi yang dapat dilakukan baik secara lisan maupun
tertulis.
Audit yang
dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada
sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar
belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah
mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas
dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001). Atau lebih mudahnya perbedaan
teletak pada subyek yang melakukan kegiatan audit, yakni sektor publik dan
sektor swasta.
Audit
pada sektor publik dilakukan oleh organisasi permerintahan yang bersifat nirlaba
seperti sektor pemerintahan pusat, daerah, BUMN, BUMD, dan instansi lain yang
berkaitan dengan pengelolaan aset kekayaan Negara, partai politik, yayasan, lembaga
swadaya masyarakat, serta organisasi sosial lainnya. Sementara audit sektor
bisnis dilakukan pada perusahaan milik swasta yang lebih bersifat profit oriented.
Menurut UU No 15 Tahun 2004, audit sektor pemerintah
terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu.
Pemeriksaan Keuangan
atau Audit Keuangan adalah
pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
yang memadai, apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua
hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
Output dari audit atas laporan keuangan adalah untuk
mengungkapkan suatu opini yang jujur mengenai posisi keuangan, hasil operasi,
dan arus kas yang disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Laporan auditor merupakan media yang mengungkapkan opini auditor, atau dalam
kondisi tertentu, menyangkal suatu opini.
Audit keuangan pemerintahan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut.
·
Segmen laporan keuangan, DIPA (Daftar
Isi Pelaksaan Anggaran), perbedaan realisasi dengan anggarannya.
·
Pengendalian internal mengenai ketaatan
terhadap undang-undang yang berlaku.
·
Pengendalian atau pengawasan internal
atas penyusunan laporan keuangan dan atas pengamanan aktiva, termasuk
pengamanan PADAE.
·
Ketaatan terhadap peraturan yang berlaku
dan dugaan kecurangan.
Pemeriksaan Kinerja
yang juga dikenal dengan performance
audit, Value for Money (VFM) audit, audit manajemen, audit
operasional atau audit 3E adalah pemeriksaan yang dilakukan secara objektif dan
sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang
diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas
Pemerintah. Dalam melakukan audit kinerja, auditor juga menguji kepatuhan
terhadap ketentuan perundang-undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan
ini menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi. Melalui
audit kinerja, tingkat akuntabilitas pemerintah dalam proses pengambilan
putusan oleh pihak yang bertanggung jawab akan meningkat sehingga mendorong
pengawasan dan kemudian tindakan koreksi.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
adalah sesuai dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 Pemeriksaan ini dengan
tujuan tertentu menghasilkan simpulan, bersifat eksaminasi, reviu, atau
prosedur yang disepakati. Audit dengan tujuan tertentu mencakup atas audit atas
hal-hal lain di bidang keuangan, audit investigative, dan audit atas sistem
pengendalian internal. Apabila auditor melakukan audit dengan tujuan
tertentu berdasarkan permintaan, maka BPK harus memastikan melalui komunikasi
tertulis yang memadai bahwa sifat audit dengan tujuan tertentu adalah telah
sesuai dengan permintaan.
Regulasi yang berlaku di organisasi sektor publik
pemerintahan Indonesia harus dikelola secara tertib berdarkan peraturan
perundangan – undangan, efektif, efisien ekonomis, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan kepatutan dan kepatuhan. Dalam mewujudkan hal itu
ditetapkanlah Undang – Undang No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang – undang tersebut berisikan aturan
kegiatan pemeriksaan yang terdiri dari proses identifikasi masalah dan evaluasi
yang dilakukan secara independen, objektif, serta profesional berdasarkan
standar pemeriksan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keadilan informasi mengenai pengelolaan serta tanggungjawab keuangan negara.
Hal ini dikarenakan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) tahun 1995 dirasa tidak
dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini, yang terlebih lagi adalah sejak
adanya revolusi konstitusi di bidang pemeriksaan.
Dalam memenuhi prasyarat yang tertera dalam pasal 5
Undang – Undang No. 15 Tahun 2004 tentang BPK yang merupakan pihak yang
bertugas dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan
negara harus menyusun standar pemeriksaan yang dapat menampung kekurangan
tersebut. Pada tahun 2007 BPK telah berhasil menyelesaikan tugasnya dalam
pembuatan standart pemeriksaan yang diberi nama Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara yang lebih mudah disingkat dengan SPKN.
Audit/pemeriksaan sektor publik khususnya pemerintah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK
tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara didasarkan atas standar
pemeriksaan/audit. Standar Pemeriksaan tersebut diatur dalam peraturan BPK
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Dalam Peraturan tersebut menjelaskan tentang tujuh Pernyataan Standar
Pemeriksaan (PSP), yaitu:
PSP 01:
Standar Umum
1.
Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional
yang memadai untuk melaksanakan
tugas pemeriksaan.
2.
Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa dan pemeriksa,
harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern,
dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.
3.
Dalam pelaksanaan
pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
secara cermat dan seksama.
4.
Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan
harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian
mutu tersebut harus direviu oleh pihak
lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern)
PSP 02:
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
Untuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga
pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan IAI berikut ini:
1.
Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan
jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2.
Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian
intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, waktu dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh
melalui inspeksi, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi, sehingga dapat menjadi
dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas pelaporan keuangan dari
entitas yang diaudit.
Kemudian pernyataan tambahan lainnya
adalah sebagai berikut:
1.
Pemeriksa harus
mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan,
dan tingkat keyakinan kepada manajemen
entitas yang diperiksa dan atau
pihak yang meminta pemeriksaan.
2.
Pemeriksa harus
mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan
dengan tujuan pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan.
3.
Pemeriksa harus merancang
pemeriksaan untuk memberikan keyakinan
yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya
informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh
terhadap kewajaran penyajian
laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan telah atau akan
terjadi. Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau
peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi
tersebut serta berpengaruh
signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan
dan/atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap
kewajaran penyajian laporan keuangan.
4.
Pemeriksa harus merencanakan
dan melaksanakan prosedur pemeriksaan
untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan.
5.
Pemeriksa harus
mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan
yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi
yang cukup untuk memungkinkan
pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan
tersebut dapat menjadi bukti
yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan
harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan
PSP 03:
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
Untuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat standar
pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI berikut ini:
1.
Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif.
2.
Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di
dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi
yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
3.
Pengungkapan yang informatif dalam laporan keuangan
harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
4.
Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau mengenai suatu hal yang
menyebabkan bahwa pernyataan pendapat tidak bisa diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam semua hal, di mana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
Kemudian pernyataan tambahan lainnya
adalah sebagai berikut:
1.
Laporan hasil pemeriksaan
harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
2.
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus
mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan.
3.
Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan
kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap
sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan.
4.
Laporan hasil pemeriksaan
yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan,
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan,
harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau
pejabat yang bertanggung jawab
pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan.
5.
Informasi rahasia yang
dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Namun laporan hasil pemeriksaan
harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya
informasi tersebut.
6.
Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga
perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur entitas yang diperiksa,
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan
hasil pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PSP 04:
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
1.
Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
2.
Staf harus disupervisi dengan baik.
3.
Bukti yang cukup, kompeten,
dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan
rekomendasi pemeriksa.
4.
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen
pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan.
5.
Dokumen pemeriksaan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup
untuk memungkinkan pemeriksa
yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan
bahwa dokumen pemeriksaan
tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi
pemeriksa.
PSP 05:
Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
1.
Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk
mengkomunikasikan setiap hasil
pemeriksaan.
2.
Laporan hasil pemeriksaan
harus mencakup: pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan
(lihat paragraf 06); tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan (lihat
paragraf 07 s.d. 12); hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan,
dan rekomendasi (lihat paragraf 13 s.d. 26); tanggapan pejabat yang bertanggung
jawab atas hasil pemeriksaan (lihat paragraf 27 s.d. 32); pelaporan informasi
rahasia apabila ada (lihat paragraf 33 s.d. 35).
3.
Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap,
akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin.
4.
Laporan hasil pemeriksaan
diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai
kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab
untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan,
dan kepada pihak lain yang
diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
PSP 06:
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan memberlakukan
dua pernyataan standar pekerjaan lapangan perikatan/penugasan atestasi SPAP
yang ditetapkan IAI berikut ini:
1.
Pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2.
Bukti yang cukup harus
diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang dinyatakan dalam
laporan.
Kemudian pernyataan tambahan lainnya adalah
sebagai berikut:
1.
Pemeriksa harus
mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan lingkup
pengujian serta pelaporan yang direncanakan
atas hal yang akan dilakukan pemeriksaan, kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.
2.
Pemeriksa harus
mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas
rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa.
3.
Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
dalam bentuk eksaminasi dan merancang prosedur untuk mencapai tujuan
pemeriksaan, pemeriksa harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang pengendalian intern yang
sifatnya material terhadap hal
yang diperiksa.
4.
Dalam merencanakan
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi, pemeriksa harus merancang pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai guna
mendeteksi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat berdampak material terhadap hal yang diperiksa. Dalam
merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk review atau
prosedur yang disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi kecurangan dan
penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan. Apabila ditemukan indikasi kecurangan dan/atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara material
mempengaruhi hal yang diperiksa, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan
untuk memastikan bahwa kecurangan
dan/atau penyimpangan tersebut
telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hal yang diperiksa. Pemeriksa
harus waspada terhadap situasi dan/atau peristiwa yang mungkin merupakan
indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan,
dan apabila ditemukan indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan
bahwa kecurangan dan/atau
ketidakpatutan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.
5.
Pemeriksa harus
mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan
yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi
yang cukup untuk memungkinkan
pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa
dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung
pertimbangan dan simpulan pemeriksa.
PSP 07:
Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Untuk pemeriksaan dengan tujuan
tertentu, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan
perikatan/penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:
1.
Laporan harus menyebutkan
asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi yang
bersangkutan.
2.
Laporan harus menyatakan
simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan atau kriteria yang
dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur.
3.
Laporan harus menyatakan
semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan penyajian
asersi.
4.
Laporan suatu perikatan
untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang
disepakati atau berdasarkan suatu
perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu pernyataan tentang
keterbatasan pemakaian laporan
hanya oleh pihak-pihak yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.
Kemudian pernyataan tambahan lainnya adalah
sebagai berikut:
1.
Laporan hasil pemeriksaan
harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
2.
Laporan Hasil Pemeriksaan
dengan tujuan tertentu harus mengungkapkan:
o
kelemahan pengendalian
internal yang berkaitan dengan hal – hal
yang diperiksa
o
kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan
administrasi, pelanggaran atas perikatan
perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa
o
ketidakpatutan yang material
terhadap hal yang diperiksa.
3.
Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya
kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau
pejabat yang bertanggung jawab
pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang direncanakan.
4.
Informasi rahasia yang
dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Namun laporan hasil pemeriksaan
harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya
informasi tersebut.
5.
Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga
perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur entitas yang diperiksa,
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan
hasil pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Audit /Pemeriksaan Pemerintahan di Indonesia yang dilakukan berbeda dengan
yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya
perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik
pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang
lebih luas dibanding audit sektor swasta. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2006 dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa BPK bertugas
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan
oleh BPK tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara didasarkan atas
standar pemeriksaan/audit. Standar Pemeriksaan tersebut diatur dalam peraturan
BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
SPKN digunakan sebagai pedoman
dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan atas nama BPK. Dan disinilah awal
terjadinya reformasi pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK. Dengan adanya SPKN
ini diharapkan akan mempemudah kinerja BPK untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
yang lebih berkualitas dalam pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
Komentar
Posting Komentar